Filsafat adalah metode yang mengatur bagaimana
kita bijak dalam menggunakan
ilmu. Dalam filsafat ilmu, administrasi dikenal sebagai artistic sciences karena
aplikasinya, seni masih memegang peran yang menentukan. Sebaliknya, seni administrasi dikenal sebagai scientific art karena didasarkan pada sekelompok prinsip
yang telah teruji "kebenarannya". Melalui
administrasi, administrasi publik dalam konteks filsafat ilmu, adalah
sifat apa yang
diteliti dari aspek bagaimana proses administrasi publik
dikelola dengan baik untuk
mengatur, melayani dan melindungi kepentingan umum.
Filsafat
adalah metode yang mengatur bagaimana kita bijak dalam menggunakan sebuah ilmu. Menurut Henderson dalam Sadulloh,
filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis
yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya mengenai segala sesuatu yang ada. Menurut Sardar ilmu atau sains adalah
cara mempelajari alam secara obyektif
dan sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia. Garapan dalam kefilsafatan keilmuan,
dibagi ke dalam beberapa komponen
bagi eksistensi ilmu, yaitu
ontologi, epistimologi dan aksiologi. (1) Ontologi diartikan tentang bagaimana mencari hakikat kebenaran dan
kenyataan dalam keilmuan mengenai apa dan bagaimana
(yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari. Hakim dan
Saebani menyebutkan bahwa ontologi adalah teori hakikat yang
mempertanyakan setiap eksistensi,
yang dimana berperan
sebagai basis pondasi bangunan dasar bagi keilmuan. (2) Epistemologi berfungsi bagaimana
kebenaran itu diartikan
dalam mencapai pengetahuan (ilmiah). Maka epistimologi
berfungsi mengatur perbedaan pengartikulasian
keilmuan ke dalam ruang-ruang keilmuan normatif. Normatif berarti
menentukan norma atau tolak ukur, dan
dalam hal ini tolak ukur kenalaran bagi kebenaran
pengetahuan, yang nantinya akan dijadikan landasan berfikir.
Sehingga penentuan ruang yang kita pilih akan
menjadi akal, akal budi, pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi. (3) Akslologi
berperan sebagai sistem yang mengatur pelaksanaan keilmuan ke dalam bentuk nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran
atau kenyataan kehidupan pencarian keilmuan. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai
suatu yang wajib dipatuhi, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.
Keilmuan mempelajari ilmu administrasi dalam penerapanya dilakukan
dengan pendekatan yang harus
diutamakan. Menurut Achmad ada dua pendekatan utama yakni pendekatan ilmu (scientific approach) dan pendekatan manusiawi (human approach). Untuk
mencapai kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan modern harus mengutamakan pembinaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian pula dalam adminitrasi perlu pembinaan dan pengembangan, antara
lain dengan menerapkan
filsafat administrasi yang sesuai dengan faktor-faktor lingkungan, bangsa dan Negara. Maka
sudah seharusnya paradigma keilmuan yang dibentuk harus menempati posisi yang sangat penting
dalam pemandu-gerak keilmuan
administrasi.
Secara
basis ontologi bahwa pengembangan keilmuan administrasi publik dalam konteks filsafat ilmu administrasi, adalah hakikat
apa yang dikaji dari aspek bagaimana proses administrasi publik dikelola secara baik untuk mengatur, melayani
dan melindungi kepentingan publik. Maka disini birokrasi
pemerintah dan juga organisasi-organisasi non-
pemerintah yang berperan terlibat dalam menjalankan fungsi pemerintahan,
baik dalam hal penyelenggaraan
pelayanan publik maupun pembangunan ekonomi, sosial maupun bidang-bidang pembangunan yang lain secara kolektif.
Filsafat
ilmu pengetahuan memiliki hakekat tertentu dalam upaya menegakkan kebenaran ilmu itu. Pengetahuan yang
menjadi ilmu itu adalah ilmiah (scientific) dan objektif (objective). Filsafat yang dibangun dalam sistem
pemikiran ilmu administrasi mengacu pada pola pikir secara sistemik
dalam bentuk berpikir
holistik, berpikir teoritikal, berpikir menggunakan ilmu,
berpikir perubahan, berpikir atas ketidak setujuan, berpikir dan berlaku etis, pemanfaatan pengetahuan,
dan uji ilmu. Filsafat pemikiran yang membentuk pola pikir sistemik yang dimakud
merupakan sebuah kerangka bangun yang logik dengan
dukungan nalar yang tinggi dalam
rangkaian pemikiran ilmu administrasi.
Secara umum dapat kita lihat dari 8 (delapan) aspek berikut :
1.
Berpikir Holistik
Salah
satu ciri khas pemikiran filsafat ilmu administrasi adalah berfikir holistik
yaitu cara berpikir yang mencakup
keseluruhan atau berorientasi penggambaran yang menyeluruh atau mengutuhkan (tidak terlepas-lepas, atau terpisah-pisah) tentang
realitas. Pemikiran secara holistik melekatkan diri pada pendekatan
pengetahuan filosofis yang khas sifatnya. Sifat pengetahuan menyeluruh (holistic/integrative) dan mendasar
(fundamental) dengan model
pemikiran yang analitis, kritis dan spekulatif.
2. Berpikir Teoritikal
Berpikir
teoritikal adalah suatu pemikiran yang mengarah kepada suatu landasan berpikir yang menjelaskan tentang fakta
obyektif dan fakta ilmiah. Lorens bagus (1996)
memberikan penjelasan tentang fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena
atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Dan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta
obyektif dalam kesadaran manusia. Fakta ilmiah
adalah dasar bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta itu bangunan teoritis mustahil.
Fakta - fakta ilmiah dari ilmu administarasi secara teoritis berpikir
mengarah dan menunjukkan pada pengetahuan manusia/masyarakat
tentang fakta obyektif administrasi. Bagaimana kita berpikir secara teoritikal administrasi itu sesuai dengan
perkembangan, perubahan, dan pergeseran- pergeseran yang terjadi.
3. Berpikir Menggunakan Ilmu
Mengggunakan
ilmu itu tentang bagaimana suatu ilmu itu dipakai dan diterapkan sebagai wujud pengejahwantaan dari ilmu
itu sendiri berdasarkan kepada kenyataan dan
kebenaran dan tidak menimbulkan keraguan
dalam tingkatan kepercayaan penerapannya, karena didukung oleh fakta-fakta empirikal
sebagai sebuah ilmu. Salah satu hal
yang dianggap mengganggu dalam perkembangan administrasi negara adalah masih terdapatnya keragu-raguan tentang
apakah administrasi negara itu merupakan suatu
ilmu atau belum merupakan ilmu.
4. Berpikir Perubahan
Perubahan
mendatangkan pengaruh yang sangat besar dan tidak dapat dihindari oleh siapapun dan menembus setiap lapisan masyarakat dan dunia ilmu maupun teknologi, yang sekaligus merubah cara
berpikir manusia seiring dengan perubahan yang
terjadi. Dengan demikian
berarti bahwa manusia
perlu senantiasa “berubah”
sesuai dengan tuntutan
perubahan itu sendiri. Perubahan yang dimaksud meliputi misalnya perubahan dalam prilaku, perubahan dalam
sistem nilai, penilaian perubahan dalam metode
dan cara-cara bekerja, perubahan dalam peralatan yang digunakan, perubahan dalam cara berfikir, dan perubahan dalam
hal bersikap. Singkat kata, manusia perlu senantiasa
menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan perubahan.
5. Berpikir Atas Ketidak Setujuan
Dalam
setiap pola pemikiran tentu saja terdapat perbedaan-perbedaan pandangan dalam memandang dan menganalisis suatu objek yang menjadi sorotan
atau fokus perwujudan di
tingkat ilmu pengetahuan. Pengakuan dan penolakkan terhadap sesuatu konsep, teori, postulat, dan dalil-dalil
tentunya didukung dengan sistem pemikiran yang
logik dan rasional. Sistem berpikir selain diagung-agungkan ada juga
yang menolak dan meberikan kritikan.
6.
Berpikir dan Berlaku Etis
Setiap manusia
(individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat) selalu menginginkan
cara-cara berpikir dan berlaku etis dalam tatanan kehidupan sosial yang teratur
dan menganut nilai-nilai yang mengatur
jalannya proses hubungan
manusia dalam hidupnya maupun dalam
ilmu pengetahuannya, yakni nilai keindahan, kesenian, kebaikan, etis-moral. Maka manusia berpikir secara etis, yaitu
berpikir filsafati tentang hal yang
baik dan yang buruk menurut tolak ukur etis moral yang dapat dipertanggung jawabkan
secara rasional. Salah satu kunci keberhasilan dalam proses berfikir
dan bertindak di bidang
admnistrasi adalah dasar bangunannya, yaitu pemikiran ilmiah dan kemahiran bertindak dalam aktivitas
administrasi.
7.
Pemanfaatan Pengetahuan
Pemanfaatan
pengetahuan mendasari dan terkait dengan kualifikasi masyarakat yang maju dan mandiri yang mampu
memanfaatkan pengetahuan sebagai dasar pijak
membangun kemajuan diri dalam pembangunan. Masyarakat yang maju dan mandiri adalah masyarakat yang mampu mengurus
dirinya sendiri (swadiri), membiayai keperluan sendiri
(swadana), dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri (swasembada).
8.
Uji Ilmu
Pengujian
ilmu mengarah pada uji penalaran dengan melihat data sebagai fakta karena itu seseorang yang menalar akan
perlu memiliki pengetahuan tentang data. Data
yang bersumber dari konsep-konsep itu juga perlulah dipilih sesuai
dengan keperluan ataupun
dipilah-pilah menurut kriteria tertentu, agar dapat dipahami melalui analisis
yang dilakukan. Pengujian ilmu dapat
ditelusuri pula dengan penalaran deduktif dilakukan atas pertimbangan dan dasar menurut prinsip tertentu, kaidah ataupun
teori yang berlaku umum kepada
sesuatu yang khusus, karena itu pula deduksi tidak dapat menghasilkan kaidah yang baru atau pun terobosan yang
penting dalam ilmu pengetahuan.
Berfikir ilmiah adalah berkaitan
dengan kesengajaan, karena itu orang harus bertanggung jawab terhadap kerangka
fikiran dan tindakannya yang disengaja dilakukan berdasarkan pada pemikiran
ilmu tertentu. Keadaan
itu mengandung arti bahwa seseorang yang berfikir menurut ilmu
tertentu harus dapat mengemukakan secara jujur
kepada kata hatinya, yang menurut kata hati mengarahkan bahsanya
tindakannya itu adalah perbuatan yang
baik dan yang seharusnya dilakukan. Tanggung jawab semacam itu juga harus diberikan kepada orang lain yang bidang ilmunya sama atau lain,
ataupun yang
pada dasarnya dalah sama bahwa apa yang difikir dan dilakukannya adalah hal yang baik. Apabila etika itu berarti
adapt kebiasaan, sedangkan adapt kebiasaan adalah kebudayaan, maka etika berada di belakang atau terlingkup dalam
konsep kebudayaan.
Sistem
pemikiran filsafat ilmu administrasai dalam kerangka berpikir secara holistik menekankan pada pendekatan pengetahuan filosofis
yang memandang ilmu administrasi secara keseluruhan dan mendasar sebagai
model pengembangan berpikir
secara teoritikal dalam menganalisis ilmu administrasi yang berkembang. Berpikir
teoritikal dalam sistem pemikiran ilmu administtrasi merupakan
suatu pemikiran yang yang dijadikan
landasan berpikir dalam menggambarkan dan menjelaskan tentang
fakta obyektif dan fakta ilmiah pengembangan ilmu administrasi.
Pemikiran yang terarah dalam penerapan ilmu admnistrasi tidak terlepas dari bagaimana pionir ilmu administrasi berpikir dan
berlaku etis mewujudkannya sesuai dengan nilai-nilai dalam pemikiran ilmiah
dan praktik administrasi yang berkaitan dengan
pemanfaatan pengetahuan yang diwujudkan secara profesional sebagai
instrumen yang ampuh dalam ketatalaksanaan pelayanan
yang berkualitas secara organisatoris dan memiliki
daya saing keilmuan dalam bidang ilmu administrasi dan ditindaklanjuti dengan penguatan yang inovatif melalui pengujian
ilmu yang mengarah pada uji penalaran berdasarkan
data sebagai fakta konkrit yang dapat menghasilkan konsep baru sebagai terobosan
penting yang adalah bagian yang diutamakan dari proses revolusi
pengetahuan dalam pengembangan ilmu administrasi.
DAFTAR
PUSATAKA
Achmad,
Tjetjep. (1989). Filsafat Administasi dan
Manajemen. Bandung: YBA-IKLUM STIA-LAN
RI Jawa Barat.
Ahmadi,
Asmoro. (2013). Filsafat
Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Atong
Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. (2008). Filsafat
Umum Dari Metologi Sampai
Teofilosofi. Bandung: Pustaka
Setia, hlm. 22.
Hakim, Atong Abdul dan Saebani, Beni Ahmad. (2008).
Filsafat Umum Dari Metologi
Sampai Teofilosofi. Bandung:
Pustaka Setia.
Prawironegoro, Darsono.
(2011). Filsafat Ilmu, Kajian Tentang Pengetahuan Yang Disusun
Sistematis dan Sistemik Dalam Membangun Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Nusantara
Consulting.
Santosa, Pandji.
(2012). Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi
Good Governance.
Bandung: Refika Aditama.
Siagian, Sondang P. (2008). Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Syafiie, Inu
Kencana. (2006). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tjetjep Achmad. (1989). Filsafat Administasi dan Manajemen.
Bandung: YBA-IKLUM STIA-LAN RI Jawa Barat, hlm. 15.
Uyoh Sadulloh. (2012). Pengantar Filsafat
Pendidikan. Bandung: Alfabeta, hlm. 16.
Ziauddin Sardar. (2000). Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hlm. 22.