Aksi sosial dalam bentuk apapun,
termasuk demonstrasi adalah hal lumrah dalam sebuah negara demokrasi,
begitupula apa yang kita lihat sekaligus ikuti, aksi umat islam beberapa tahun yang lalu yakni pada 14 Oktober
2016, 4 November 2016 dan aksi 2
Desember 2016 serta aksi–aksi sesudahnya, adalah sebuah rangkaian sejarah, ia
bukan saja sebuah tampilan aksi damai dan demonstrasi, tapi ini adalah sebuah
gerakan kolektif spritual. Aksi bela islam bukanlah aksi dan demonstrasi biasa.
Gerakan ini tumbuh dan berakar dari
sebuah kesamaan pandangan, kesamaan akidah, kesamaan hati, dan kesamaan iman.
Aksi bela islam adalah bukti bahwa islam adalah cahaya, penerang hati bagi
penganutnya, tak ada jiwa yang rela agamanya dibawah kepada kegelapan, tak ada
jiwa yang ikhlas kitab sucinya dijadikan bahan cemoohan dilapisasi tuduhan akan
kebohongan, tak ada jiwa yang ikhlas ketika para ulama dan guru mereka dianggap
pembohong dan penyampai kabar dusta. Semua seakan terbangun, setiap insan
merasa bahwa mereka semua terhina hanya karna sebuah kalimat dari seseorang
yang menganggab dirinya penguasa yang tidak pernah berfikir dari hatinya.
Aksi bela islam telah menggugah banyak
hati, menyemai benih persatuan dikalangan setiap muslim dinegeri ini, penanda
bagi kita bahkan dunia, bahwa aksi-aksi itu Insya Allah akan menjadi hari
penerang bagi setiap kegelapan iman, hari yang dipenuhi cinta bagi mereka yang
diliputi kebencian, hari yang menunjukkan Islam itu terus tegak diatas
penindasan dan kezaliman. Hari-hari itu juga akan menjadi bukti, bahwa satu
ayatpun dari kalimat Allah SWT, mampu menggerakkan sanubari setiap insan muslim
menjadi satu kepaduan. Semua bergerak, datang kepusat negeri menyampaikan aspirasi,
jutaan jiwa, puluhan organisasi islam dan organisasi sosial kemasyarakatan
ambil bagian menyuarakan kebenaran iman yang hakiki. Tidak hanya di pusat
negeri ini Jakarta, tapi juga berlangsung diseluruh nusantara, mereka
menyuarakan satu suara, hadir dengan satu tujuan, yakni menuntut keadilan akan
dugaan penistaan agama mereka.
Aksi bela islam terbukti sebagai
gerakan damai, memperlihatkan bahwa semua menghormati akan hukum dinegeri ini,
mempertontonkan bahwa hak asasi pasti akan dijunjung tinggi, menampilkan
kedamaian dan harmonisasi dalam keberagaman patut dihargai. Aksi bela islam
telah menunjukkan tidak hanya kepada kita bangsa Indonesia, tetapi juga kepada
dunia, bahwa aksi ini adalah kekuatan dan wajah yang menjadi cermin ummat Islam
Indonesia yang sesungguhnya. Aksi ini juga menjadi perlambang solidaritas ummat
yang tinggi, Turki, Jerman, Palestina dan banyak ummat muslim di negara lainnya
ikut menyuarakan solidaritas dan menunjukkan perasaan yang sama akan apa yang
dirasakan ummat islam di Indonesia, aksi umat islam ini telah membuktikan
energi Alqur’an itu sesungguhnya.
Gerakan kolektif spritual semacam ini,
patut menjadi perhatian, ini adalah sebuah gerakan yang dilandasi ketulusan
untuk menegakkan kebenaran secara bersama, akan menjadi cermin kedepan bagi
bangsa ini untuk terus berupaya memperbaiki demokrasi, bahwa gerakan kolektif
spritual civil society mampu
mendobrak alam demokrasi. Gerakan ini yang pada awalnya bukan merupakan gerakan
terorganisasi akhirnya mampu menjadi letupan dan melahirkan gelombang aksi yang
begitu besar, dan ini nyata, dan siapapun di negeri ini jangan meremehkan
gelombang aksi dalam gerakan spritual seperti ini. Perlu menjadi pertimbangan
bahwa dalam demokrasi itu sendiri tidak hanya tuntutan sosial, ekonomi dan politik
yang menjadi isu dan permasalahan bagi negeri ini, tetapi hal yang sangat
sensitif seperti agama dan kepercayaan itu akan mampu membangkitkan kolektivitas
ummat dan masyarakat untuk cepat bersatu menuntut perubahan.
Aksi bela Islam adalah bentuk patriotisme
ummat islam, rasa kecintaan yang amat mendalam kepada agama sekaligus
solidaritas nyata bagi ummatnya. Patriotisme ini adalah sumber bagi lahirnya
semangat nasionalisme, semangat kecintaan dan penghargaan yang tinggi bagi
negeri ini, patriotisme ummat islam adalah sebuah modal sosial yang sangat
ampuh untuk menjaga nasionalisme bangsa ini, islam mengajarkan kecintaan kepada
bangsa, sikap untuk mencintai negeri ini, nasionalisme dan patriotisme tidak
boleh menjadi sebab lahirnya kebencian dan permusuhan antar sesama ummat
apalagi antar agama dan perbedaan keyakinan.
Gerakan kolektif spritual dalam bentuk
aksi bela islam adalah wujud kesadaran bersama ummat dalam suatu bangsa yang
secara potensial berupaya secara bersama-sama mencapai, memperjuangkan,
mempertahankan, sekaligus menunjukkan identitas, integritas, kecintaan, dan
kekuatan bangsa Indonesia. Ummat islam
di negeri ini telah membingkai itu semua dalam suatu aksi dan gerakan
kolektif, dimana gerakan kolektif spritual yang terbangun melahirkan tidak
hanya persatuan sesama ummat islam, tetapi membuka solidaritas yang tinggi
antar sesama warga negara, dan ini semua adalah wujud nasionalisme itu
sesungguhnya.
Gerakan ummat islam kedepannya,
niscaya akan terus berkembang dalam konsep dan pandangan yang lebih luas,
berbagai bentuk konspirasi global yang dinilai akan merusak sendi kehidupan
masyarakat dan bangsa Indonesia mulai bermunculan, selain itu tantangan
munculnya kembali paham dan ajaran komunisme di berbagai tempat akan menjadi
sebuah masalah sosial yang luar biasa, ini semua membutuhkan persatuan dan
kepedulian yang utuh dari semua kompenen bangsa ini terutama ummat islam
sebagai garda terdepan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangan
sampai paham nasionalisme yang sudah mulai terbangun dengan baik digiring kearah
yang tidak benar, karena disinilah nasionalisme bangsa Indonesia itu di uji
untuk terus dapat dipertahankan.
Peran ummat islam untuk terus memupuk
rasa nasionalisme, kecintaan dan penghargaan akan berdirinya bangsa ini perlu
terus dilakukan, peran ulama, cendikiawan dan tokoh ummat islam sangat penting
untuk terus menyerukan kebaikan dan mendorong ummat untuk terus dalam
kebajikan. Alqur’an sendiri mengajarkan itu semua kepada kita :
“ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,
merekalah orang-orang yang beruntung” .[1]
Peran ummat islam kedepan mutlak
diperlukan, tantangan dan dinamika perkembangan jaman menuntut akan hal itu, tidak
dapat kita pungkiri bahwa pada dasarnya aksi ummat islam ini adalah berawal
dari bentuk ketidak dewasaan sebagian orang termasuk sebagian kelompok
masyarakat atas ketidakmampuan mereka untuk menjadi toleran, dan ini tidak
menutup kemungkinan akan berulang dikemudian hari nantinya.
Tantangan lainnya adalah media sosial
dan perkembangan arus informasi dan globalisasi, sikap sebagian orang dalam
memanfatkan media telah menyemai benih-benih intoleransi di tengah masyarakat.
Sikap dan fenomena intolerasi yang sering kali muncul dari media begitu cepat
menyebar secara masif ketengah masyarakat, hal ini dapat menyebabkan keretakan
dan kesenjangan sosial, tidak hanya sesama ummat seagama tetapi yang lebih
mengkhawatirkan adalah munculnya keretakan dan gesekan antara ummat beragama.
Perlu kita sadari bahwa media sosial adalah jalur paling efektif untuk menyebar
dan mengurai kebencian di tengah masyarakat. Oleh karena itu kedewaasaan sikap
dan berfikir masyarakat harus terus dapat dipupuk dan dipelihara secara baik.
Salah satu bentuk sederhana yang dapat dilakukan adalah menghargai perbedaan,
menerima perbedaan dengan menghindari segala bentuk pernyataan dan ungkapan
serta pikiran yang buruk terkait agama sendiri apalagi agama orang lain.
Bangsa dan rakyat Indonesia semestinya
belajar dari peristiwa ini, aksi bela islam yang terjadi adalah bentuk
penyuaraan demokrasi, demokrasi yang beradab dan menebarkan perdamaian. Ini
adalah bagian dari wujud kecintaan, kecintaan pada agama, sekaligus kecintaan
pada bangsa ini. Nasionalisme itu, tidak hanya semata berwujud bela tanah air
dengan angkat senjata, tetapi ia bisa muncul dari bangunan ukhuwah ummat yang
memperkokoh persatuan kita sebagai sebuah bangsa.
Pelajaran kedua yang sangat berharga
adalah, bahwa gerakan sosial ummat islam dalam bentuk aksi bela islam telah
membentuk suatu tatanan sosial yang lebih kuat, tidak hanya dikalangan ummat
islam Indonesia, tetapi juga di tengah masyarakat Indonesia umumnya. Tatanan
sosial itu berwujud kolektivitas, rasa kebersamaan, toleransi, gotong royong
dan penghargaan akan nilai, norma yang lebih kuat di tengah masyarakat. Ini
adalah modal sosial yang sangat penting untuk menciptakan tatanan kehidapan
bermasyarakat yang lebih madani. Aksi bela islam telah melahirkan kepercayaan
yang tinggi di tengah masyarakat, kepercayaan akan agama menjadi lebih
mendalam, kepercayaan akan ulama lebih meningkat, serta kepercayaan akan sesama
ummat lebih terasa. Jaringan sosial yang dimunculkan dari gerakan ini sangatlah
luar biasa, berbagai organisasi keagamaan, sosial kemasyarakatan, bahkan
kelompok kecil dalam satu wadah kebersamaan muncul di tengah masyarakat, budaya
gotong royong kembali menjadi sebuah tradisi yang mampu mengikat keberagaman,
wajar jika jaringan sosial yang terbentuk menjadi suatu kekuatan kolektif yang
luar biasa. Aksi ini juga menjadi sebuah penghargaan akan nilai dan norma yang
dimiliki bangsa ini, norma agama menjadi pengikat secara ukhuwah, norma sosial
menjadi pengikat dalam keberagaman, dan penegakan hukum menjadi tuntutan untuk
terciptanya norma hukum yang berkeadilan ditengah masyarakat.
Tatanan
sosial yang terbentuk sedemikian hebatnya dari aksi bela islam ini adalah
bentuk alami akan reformasi sosial yang tercipta di tengah masyarakat dan
bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Canda
dan Furman yang menyatakan bahwa dalam agama islam memiliki pendekatan dalam
reformasi sosial manusia untuk mencapai tahapan sejahtera dalam kehidupan dunia
dan akhirat, bahwa :
“Karena
individu dan masyarakat atau komunitas harus berorientasi meraih ridho Allah
SWT, maka tidak ada pemisah antara kehidupan agama dan kehidupan
dunia...Seperti nabi Muhammad SAW, mengajarkan umat muslim agar melakukan
reformasi sosial berdasarkan kepentingan perempuan, anak-anak, dan kelompok –
kelompok yang kurang duntungkan. Pada agama islam terdapat penekanan yang
sangat kuat pada kerangka nilai keadilan sosial...”[2]
Pernyataan
di atas sejalan dengan apa yang berlaku dalam aksi bela islam dan dinamika
sosial yang terjadi saat ini, bahwa ini adalah bentuk reformasi sosial, dan
karenanya nilai keadilan sosial itu perlu diciptakan dan ditegakkan. Aksi bela
islam tidak lain adalah upaya menuntut keadilan bagi ummat islam, keadilan yang
akan memperbaiki tatanan sosial dan kepercayaan yang lebih tinggi tidak hanya
kepada pemegang kekuasaan di negara ini, tetapi juga kepercayaan bahwa hukum di
negera ini masih ada. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Isbandi berpendapat :
“Terdapat
asas dalam mengatasi masalah sosial dalam agama islam yakni reformasi sosial
sebagai tanggung jawab individu dan masyarakat, yang secara menyeluruh
dipandang sebagai satu kesatuan agar dapat tercipta kehidupan yang sejahtera
secara kolektif sesuai dengan norma agama yang memiliki nilai pasti dalam
pembangunan sosial, makna pencapaian kesejateraan ini secara kolektif juga
didasarkan pada modal spritual.[3]
Aksi
bela islam yang kita lihat dan ikuti bersama, tidak hanya di dasarkan pada
modal spritual semata, tetapi juga telah membangun modal sosial serta aset
komunitas yang luar biasa di tengah – tengah ummat islam dan rakyat Indonesia.
Ini adalah hal positif yang perlu terus dibangun dan dikembangkan oleh bangsa
ini, untuk memperkuat bingkai nasionalisme dan menjadi dasar bagi reformasi
sosial yang lebih baik untuk menciptakan tatanan kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ummat
islam telah memberikan pesan melalui aksi damai bela islam, bahwa islam dan
ummatnya telah melahirkan dan memberikan cerminan suatu itikad baik uswah
hasanah bagi bangsa ini, dan telah membuktikan bahwa kebersatuan ummat dalam
suatu gerakan bersama mampu menjadi suatu gerakan yang membangun dan
membangkitkan kembali nilai ke Indonesiaan kita. Semoga Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Esa, senantiasa melindungi dan menjaga bangsa dan rakyat Indonesia ini
untuk terus melangkah menatap masa depan yang lebih baik menjadi bangsa yang
Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar