Selasa, 28 Juni 2022

ISLAM DAN GERAKAN KOLEKTIF SPRITUAL : SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT GERAKAN SOSIAL



Aksi sosial dalam bentuk apapun, termasuk demonstrasi adalah hal lumrah dalam sebuah negara demokrasi, begitupula apa yang kita lihat sekaligus ikuti, aksi umat islam beberapa tahun yang lalu yakni pada 14 Oktober 2016,  4 November 2016 dan aksi 2 Desember 2016 serta aksi–aksi sesudahnya, adalah sebuah rangkaian sejarah, ia bukan saja sebuah tampilan aksi damai dan demonstrasi, tapi ini adalah sebuah gerakan kolektif spritual. Aksi bela islam bukanlah aksi dan demonstrasi biasa.
Gerakan ini tumbuh dan berakar dari sebuah kesamaan pandangan, kesamaan akidah, kesamaan hati, dan kesamaan iman. Aksi bela islam adalah bukti bahwa islam adalah cahaya, penerang hati bagi penganutnya, tak ada jiwa yang rela agamanya dibawah kepada kegelapan, tak ada jiwa yang ikhlas kitab sucinya dijadikan bahan cemoohan dilapisasi tuduhan akan kebohongan, tak ada jiwa yang ikhlas ketika para ulama dan guru mereka dianggap pembohong dan penyampai kabar dusta. Semua seakan terbangun, setiap insan merasa bahwa mereka semua terhina hanya karna sebuah kalimat dari seseorang yang menganggab dirinya penguasa yang tidak pernah berfikir dari hatinya.
Aksi bela islam telah menggugah banyak hati, menyemai benih persatuan dikalangan setiap muslim dinegeri ini, penanda bagi kita bahkan dunia, bahwa aksi-aksi itu Insya Allah akan menjadi hari penerang bagi setiap kegelapan iman, hari yang dipenuhi cinta bagi mereka yang diliputi kebencian, hari yang menunjukkan Islam itu terus tegak diatas penindasan dan kezaliman. Hari-hari itu juga akan menjadi bukti, bahwa satu ayatpun dari kalimat Allah SWT, mampu menggerakkan sanubari setiap insan muslim menjadi satu kepaduan. Semua bergerak, datang kepusat negeri menyampaikan aspirasi, jutaan jiwa, puluhan organisasi islam dan organisasi sosial kemasyarakatan ambil bagian menyuarakan kebenaran iman yang hakiki. Tidak hanya di pusat negeri ini Jakarta, tapi juga berlangsung diseluruh nusantara, mereka menyuarakan satu suara, hadir dengan satu tujuan, yakni menuntut keadilan akan dugaan penistaan agama mereka.
Aksi bela islam terbukti sebagai gerakan damai, memperlihatkan bahwa semua menghormati akan hukum dinegeri ini, mempertontonkan bahwa hak asasi pasti akan dijunjung tinggi, menampilkan kedamaian dan harmonisasi dalam keberagaman patut dihargai. Aksi bela islam telah menunjukkan tidak hanya kepada kita bangsa Indonesia, tetapi juga kepada dunia, bahwa aksi ini adalah kekuatan dan wajah yang menjadi cermin ummat Islam Indonesia yang sesungguhnya. Aksi ini juga menjadi perlambang solidaritas ummat yang tinggi, Turki, Jerman, Palestina dan banyak ummat muslim di negara lainnya ikut menyuarakan solidaritas dan menunjukkan perasaan yang sama akan apa yang dirasakan ummat islam di Indonesia, aksi umat islam ini telah membuktikan energi Alqur’an itu sesungguhnya.
Gerakan kolektif spritual semacam ini, patut menjadi perhatian, ini adalah sebuah gerakan yang dilandasi ketulusan untuk menegakkan kebenaran secara bersama, akan menjadi cermin kedepan bagi bangsa ini untuk terus berupaya memperbaiki demokrasi, bahwa gerakan kolektif spritual civil society mampu mendobrak alam demokrasi. Gerakan ini yang pada awalnya bukan merupakan gerakan terorganisasi akhirnya mampu menjadi letupan dan melahirkan gelombang aksi yang begitu besar, dan ini nyata, dan siapapun di negeri ini jangan meremehkan gelombang aksi dalam gerakan spritual seperti ini. Perlu menjadi pertimbangan bahwa dalam demokrasi itu sendiri tidak hanya tuntutan sosial, ekonomi dan politik yang menjadi isu dan permasalahan bagi negeri ini, tetapi hal yang sangat sensitif seperti agama dan kepercayaan itu akan mampu membangkitkan kolektivitas ummat dan masyarakat untuk cepat bersatu menuntut perubahan.
Aksi bela Islam adalah bentuk patriotisme ummat islam, rasa kecintaan yang amat mendalam kepada agama sekaligus solidaritas nyata bagi ummatnya. Patriotisme ini adalah sumber bagi lahirnya semangat nasionalisme, semangat kecintaan dan penghargaan yang tinggi bagi negeri ini, patriotisme ummat islam adalah sebuah modal sosial yang sangat ampuh untuk menjaga nasionalisme bangsa ini, islam mengajarkan kecintaan kepada bangsa, sikap untuk mencintai negeri ini, nasionalisme dan patriotisme tidak boleh menjadi sebab lahirnya kebencian dan permusuhan antar sesama ummat apalagi antar agama dan perbedaan keyakinan.
Gerakan kolektif spritual dalam bentuk aksi bela islam adalah wujud kesadaran bersama ummat dalam suatu bangsa yang secara potensial berupaya secara bersama-sama mencapai, memperjuangkan, mempertahankan, sekaligus menunjukkan identitas, integritas, kecintaan, dan kekuatan bangsa Indonesia. Ummat islam  di negeri ini telah membingkai itu semua dalam suatu aksi dan gerakan kolektif, dimana gerakan kolektif spritual yang terbangun melahirkan tidak hanya persatuan sesama ummat islam, tetapi membuka solidaritas yang tinggi antar sesama warga negara, dan ini semua adalah wujud nasionalisme itu sesungguhnya.
Gerakan ummat islam kedepannya, niscaya akan terus berkembang dalam konsep dan pandangan yang lebih luas, berbagai bentuk konspirasi global yang dinilai akan merusak sendi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia mulai bermunculan, selain itu tantangan munculnya kembali paham dan ajaran komunisme di berbagai tempat akan menjadi sebuah masalah sosial yang luar biasa, ini semua membutuhkan persatuan dan kepedulian yang utuh dari semua kompenen bangsa ini terutama ummat islam sebagai garda terdepan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangan sampai paham nasionalisme yang sudah mulai terbangun dengan baik digiring kearah yang tidak benar, karena disinilah nasionalisme bangsa Indonesia itu di uji untuk terus dapat dipertahankan.
Peran ummat islam untuk terus memupuk rasa nasionalisme, kecintaan dan penghargaan akan berdirinya bangsa ini perlu terus dilakukan, peran ulama, cendikiawan dan tokoh ummat islam sangat penting untuk terus menyerukan kebaikan dan mendorong ummat untuk terus dalam kebajikan. Alqur’an sendiri mengajarkan itu semua kepada kita :
            Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung” .[1]
Peran ummat islam kedepan mutlak diperlukan, tantangan dan dinamika perkembangan jaman menuntut akan hal itu, tidak dapat kita pungkiri bahwa pada dasarnya aksi ummat islam ini adalah berawal dari bentuk ketidak dewasaan sebagian orang termasuk sebagian kelompok masyarakat atas ketidakmampuan mereka untuk menjadi toleran, dan ini tidak menutup kemungkinan akan berulang dikemudian hari nantinya.
Tantangan lainnya adalah media sosial dan perkembangan arus informasi dan globalisasi, sikap sebagian orang dalam memanfatkan media telah menyemai benih-benih intoleransi di tengah masyarakat. Sikap dan fenomena intolerasi yang sering kali muncul dari media begitu cepat menyebar secara masif ketengah masyarakat, hal ini dapat menyebabkan keretakan dan kesenjangan sosial, tidak hanya sesama ummat seagama tetapi yang lebih mengkhawatirkan adalah munculnya keretakan dan gesekan antara ummat beragama. Perlu kita sadari bahwa media sosial adalah jalur paling efektif untuk menyebar dan mengurai kebencian di tengah masyarakat. Oleh karena itu kedewaasaan sikap dan berfikir masyarakat harus terus dapat dipupuk dan dipelihara secara baik. Salah satu bentuk sederhana yang dapat dilakukan adalah menghargai perbedaan, menerima perbedaan dengan menghindari segala bentuk pernyataan dan ungkapan serta pikiran yang buruk terkait agama sendiri apalagi agama orang lain.
Bangsa dan rakyat Indonesia semestinya belajar dari peristiwa ini, aksi bela islam yang terjadi adalah bentuk penyuaraan demokrasi, demokrasi yang beradab dan menebarkan perdamaian. Ini adalah bagian dari wujud kecintaan, kecintaan pada agama, sekaligus kecintaan pada bangsa ini. Nasionalisme itu, tidak hanya semata berwujud bela tanah air dengan angkat senjata, tetapi ia bisa muncul dari bangunan ukhuwah ummat yang memperkokoh persatuan kita sebagai sebuah bangsa.
Pelajaran kedua yang sangat berharga adalah, bahwa gerakan sosial ummat islam dalam bentuk aksi bela islam telah membentuk suatu tatanan sosial yang lebih kuat, tidak hanya dikalangan ummat islam Indonesia, tetapi juga di tengah masyarakat Indonesia umumnya. Tatanan sosial itu berwujud kolektivitas, rasa kebersamaan, toleransi, gotong royong dan penghargaan akan nilai, norma yang lebih kuat di tengah masyarakat. Ini adalah modal sosial yang sangat penting untuk menciptakan tatanan kehidapan bermasyarakat yang lebih madani. Aksi bela islam telah melahirkan kepercayaan yang tinggi di tengah masyarakat, kepercayaan akan agama menjadi lebih mendalam, kepercayaan akan ulama lebih meningkat, serta kepercayaan akan sesama ummat lebih terasa. Jaringan sosial yang dimunculkan dari gerakan ini sangatlah luar biasa, berbagai organisasi keagamaan, sosial kemasyarakatan, bahkan kelompok kecil dalam satu wadah kebersamaan muncul di tengah masyarakat, budaya gotong royong kembali menjadi sebuah tradisi yang mampu mengikat keberagaman, wajar jika jaringan sosial yang terbentuk menjadi suatu kekuatan kolektif yang luar biasa. Aksi ini juga menjadi sebuah penghargaan akan nilai dan norma yang dimiliki bangsa ini, norma agama menjadi pengikat secara ukhuwah, norma sosial menjadi pengikat dalam keberagaman, dan penegakan hukum menjadi tuntutan untuk terciptanya norma hukum yang berkeadilan ditengah masyarakat.
Tatanan sosial yang terbentuk sedemikian hebatnya dari aksi bela islam ini adalah bentuk alami akan reformasi sosial yang tercipta di tengah masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Canda dan Furman yang menyatakan bahwa dalam agama islam memiliki pendekatan dalam reformasi sosial manusia untuk mencapai tahapan sejahtera dalam kehidupan dunia dan akhirat, bahwa :
“Karena individu dan masyarakat atau komunitas harus berorientasi meraih ridho Allah SWT, maka tidak ada pemisah antara kehidupan agama dan kehidupan dunia...Seperti nabi Muhammad SAW, mengajarkan umat muslim agar melakukan reformasi sosial berdasarkan kepentingan perempuan, anak-anak, dan kelompok – kelompok yang kurang duntungkan. Pada agama islam terdapat penekanan yang sangat kuat pada kerangka nilai keadilan sosial...”[2]

Pernyataan di atas sejalan dengan apa yang berlaku dalam aksi bela islam dan dinamika sosial yang terjadi saat ini, bahwa ini adalah bentuk reformasi sosial, dan karenanya nilai keadilan sosial itu perlu diciptakan dan ditegakkan. Aksi bela islam tidak lain adalah upaya menuntut keadilan bagi ummat islam, keadilan yang akan memperbaiki tatanan sosial dan kepercayaan yang lebih tinggi tidak hanya kepada pemegang kekuasaan di negara ini, tetapi juga kepercayaan bahwa hukum di negera ini masih ada. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Isbandi berpendapat :
“Terdapat asas dalam mengatasi masalah sosial dalam agama islam yakni reformasi sosial sebagai tanggung jawab individu dan masyarakat, yang secara menyeluruh dipandang sebagai satu kesatuan agar dapat tercipta kehidupan yang sejahtera secara kolektif sesuai dengan norma agama yang memiliki nilai pasti dalam pembangunan sosial, makna pencapaian kesejateraan ini secara kolektif juga didasarkan pada modal spritual.[3]

Aksi bela islam yang kita lihat dan ikuti bersama, tidak hanya di dasarkan pada modal spritual semata, tetapi juga telah membangun modal sosial serta aset komunitas yang luar biasa di tengah – tengah ummat islam dan rakyat Indonesia. Ini adalah hal positif yang perlu terus dibangun dan dikembangkan oleh bangsa ini, untuk memperkuat bingkai nasionalisme dan menjadi dasar bagi reformasi sosial yang lebih baik untuk menciptakan tatanan kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ummat islam telah memberikan pesan melalui aksi damai bela islam, bahwa islam dan ummatnya telah melahirkan dan memberikan cerminan suatu itikad baik uswah hasanah bagi bangsa ini, dan telah membuktikan bahwa kebersatuan ummat dalam suatu gerakan bersama mampu menjadi suatu gerakan yang membangun dan membangkitkan kembali nilai ke Indonesiaan kita. Semoga Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa melindungi dan menjaga bangsa dan rakyat Indonesia ini untuk terus melangkah menatap masa depan yang lebih baik menjadi bangsa yang Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.



[1] Al-Qur’an Ali Imran : 104
[2]Canda and Furman, 1999. Spritual Diversity in Social Work Practice, the Hearth of Helping. 137-140 dalam Adi, 2013:8.
[3] Isbandi Rukminto Adi. 2013. Kesejahteraan Sosial : 264

Tidak ada komentar:

Posting Komentar